PALU,Brita.id– Kementerian Pertanian Republik Indonesia (RI) meluncurkan program Petani milenial.
” Pertemuan 1000 petani Milenial ini dilakukan di Makasar dan setiap Senin- Jumat ada pelatihan-pelatihan daring dari mulai persoalan varietas , membuat proposal, teknologi pertanian terbaru itu ada,’ kata Staf khusus kementerian pertanian Yesiah Ery Tamalagi dalam diskusi, usai nonton bersama film dokumenter ekspedisi Indonesia baru , Silat Tani diselenggarakan AJI Palu bertempat di Nemu Buku, Jalan Tanjung Tururuka, Sabtu (15/10) malam.
Ia mengatakan, bagus apa diingatkan Farid Gaban dan kawan-kawan dalam film dokumenter Silat Tani, bahwa 40 tahun lagi kita tidak punya petani.
“Dan ini langsung ditindaklanjuti kementerian pertanian dengan menggelontorkan program petani milenial,” kata kak Erik sapaan akrabnya.
Ia menyebutkan , kementerian pertanian memiliki lima cara bertindak, peningkatan kapasitas produksi, diversivikasi pangan lokal, penguatan cadangan dan sistim logistik pangan, pengembangan pertanian modern dan gerakan tiga kali ekspor.
Menteri Pertanian Yasin Limpo sendiri kata dia, bahkan menugaskan jajarannya untuk menjalin kerjasama dengan fakultas pertanian dimanapun. Sebab menjadi pelampung Perekomian Indonesia adalah pertanian dan pahlawan sebenarnya petani.
Kementerian Pertanian sendiri kata dia, hanya persoalan kebijakan, Menteri Pertanian sendiri selalu menyebutkan pertanian itu ada disawah, kebun dan ladang.
“Sehingga jajaran Kementerian setiap akhir pekan turun ke lapangan lihat langsung apa yang terjadi. Jadi Pertanian itu agriculture, jadi jangan hanya agrinya diperhatikan , tapi culturenya,” mengakhiri
Aktivis agraria Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng) Eva Bande sendiri menyoroti lahan pertanian Indonesia setiap tahunnya mengalami penyusutan.
” Ini ancaman besar bagi dunia pertanian,” kata Eva Bande baru saja mendapat anugerah pahlawan agraria pada Hari Tani Nasional.
Menurut data BPS kata Eva, penyusutan luas lahan pertanian itu tidak main-main, hasil riset ikatan mahasiswa perencanaan, Indonesia mengalami penyusutan seluas 668.145 hektare.
Data lainnya kata Eva, data BPS Sulteng 2013- 2015 bila dilihat rentang waktunya 2013 luas sawah 146.721 Ha, terus mengalami penyusutan hingga 2015 seluas 126 Ha.
Disandingkan data wahana lingkungan hidup (WALHI) menurut Eva , dari luas daratan Sulteng 6,533 juta ha , lalu pemerintah menerbitkan izin usaha pertambangan 1.889 juta ha atau 39 persen , perkebunan sawit 11, 14 persen atau 700 ha kawasan hutan 4 juta, maka justru lahan Sulteng defisit 126.000 hektar.
” Masa depan pertanian Sulteng ngeri,” kata peraih Yap Thiam Hien Award (YTHA) 2018 ini.
Ini artinya kata dia, petani-petani kita masih dalam kawasan klaim hutan negara, sehingga area garapan masyarakat dalam klaim hutan negara, tidak dianggap sebagai kawasan pertanian.
” Intevensi negara lewat program tidak akan terjadi, sebab masih dalam status hutan negara,” ucapnya.
Ia mengatakan, data BPS 0,3 persen petani kita memiliki pendidikan rendah dan rata-rata berumur 40 tahun ke atas.
“Lalu dimana mahasiswa pertanian ribuan tahun itu,” tanya Eva. Jawabnya, Ia disedot sektor lain tidak kembali ke kampungnya.
Eva juga menyoroti panjangnya distribusi pangan petani mulai dari penadah, penggilingan, pasar induk, jatuhnya ke konsumen mahal.
” Maka mata rantai distribusinya harus diputus, mendekatkan produsen dengan konsumen,” pungkasnya.
Direktur Yayasan Pendidikan Rakyat (YPR) Dodi Moidady menilai dari film ditayangkan petani itu produsen, tapi keuntungannya 30 persen , 70 persen keuntungannya rantai distribusi panjang.
Dia menyebutkan , dari tayangan film itu juga banyak menggambarkan permasalahan dihadapi petani di Jawa , tentu konteksnya berbeda dengan petani ada di Timur berlawanan dengan taman nasioal, industri ekstraktif seperti pertambangan perkebunan sawit dan proyek strategis nasional.
Olehnya kata dia, penting pemerintah serius melihat problem-problem dihadapi petani tidak hanya terima bantuan dari pemerintah , ada masalah serius kepastian hak penguasaan lahan.
” Sebab petani kita sulit sekali mendapat kepastian hak penguasaan lahan,”pungkasnya.
Film dokumenter ekspedisi Indonesia baru , Silat Tani ini disutradarai oleh Dandy Laksono dengan durasi tayang 70 menit menggambarkan kondisi petani di Wonosobo, Wadas terancam hadirnya perusahaan-perusahaan.
Sekretaris AJI Palu, Kartini Naiggolan mengatakan , nonton bareng dan diskusi adalah cara AJI Palu mengidentifikasi hal-hal mendasar dalam dunia pertanian di Sulawesi tengah.
” Konten film silat tani sangat memiliki keterkaitan dengan kondisi petani di daerah ini,” pungkasnya.(ikr/bus)