Ina Tobani, Maestro Kain Kulit Kayu Kulawi, Merawat Warisan Leluhur di Tengah Gempuran Pabrik

  • Whatsapp

PENULIS: IMRAN

DI sebuah rumah sederhana di Desa Mataue, Kulawi, bunyi denting kayu yang dipukul perlahan memecah keheningan pagi. Dari tangan renta seorang perempuan berusia 84 tahun, selembar kulit kayu perlahan berubah menjadi kain. Perempuan itu adalah Ina Tobani, maestro kain kulit kayu yang hingga kini setia menjaga tradisi leluhur berusia ribuan tahun.

Kain kulit kayu, yang telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Takbenda (WBTB) Indonesia pada tahun 2023, bukan sekadar kain bagi masyarakat Kulawi. Ia adalah identitas, sejarah, dan pengetahuan yang diwariskan turun-temurun selama sekitar 4.000 tahun.

Di tengah arus modernisasi dan gempuran kain pabrik, kehadiran Ina Tobani menjadi benteng terakhir yang menjaga warisan itu tetap hidup.

Ia mulai menekuni kerajinan kain kulit kayu sejak masih muda, tepat setelah menamatkan pendidikan di Sekolah Rakyat.

Waktu terus berjalan, usia kian bertambah, namun kecintaannya pada tradisi tidak pernah pudar. Meski kini tak lagi diizinkan keluarganya untuk bekerja di kebun atau sawah, Ina Tobani tetap berkarya dari rumah.

“Saya sudah tua, sudah tidak boleh lagi ke kebun. Jadi sekarang saya hanya membuat kain kulit kayu untuk dijual,” tuturnya pelan, sambil tetap fokus pada pekerjaannya.

Bagi Ina Tobani, kain kulit kayu bukan hanya warisan budaya, tetapi juga sumber kehidupan. Dari hasil penjualan lembaran kain hingga pakaian adat berbahan kulit kayu, ia mencukupi kebutuhan sehari-hari sekaligus merawat tiga anaknya yang tengah sakit.

Di usianya yang senja, ia masih memikul tanggung jawab sebagai kepala keluarga, dengan cara yang mungkin tidak banyak orang sanggupi.

Namun, pengabdian Ina Tobani tidak berhenti pada dirinya sendiri. Ia sadar, ilmu yang disimpan tidak akan berarti jika tidak diwariskan.

Dari kesadaran itulah ia membentuk kelompok pengrajin kain kulit kayu di Desa Mataue. Dengan sabar, ia mengajarkan teknik tradisional kepada generasi muda dan masyarakat sekitar
tanpa meminta bayaran sedikit pun. Baginya, menjaga warisan leluhur jauh lebih penting daripada sekadar keuntungan materi.

“Kalau tidak ada yang belajar, siapa lagi yang akan teruskan?” ujarnya suatu hari kepada para muridnya.

Lebih dari 72 tahun mengabdikan diri pada kerajinan tradisional, Ina Tobani kini menjadi simbol keteguhan dan cinta pada budaya lokal. Di tangan tuanya, tradisi kain kulit kayu masih berdenyut, menyambungkan masa lalu dan masa depan masyarakat Kulawi.

Di tengah dunia yang terus berubah, sosok Ina Tobani berdiri sebagai pengingat, bahwa sebuah tradisi hanya akan tetap hidup selama masih ada yang setia menjaganya.

Dan dari Desa Mataue, seorang perempuan tua telah membuktikan bahwa warisan ribuan tahun dapat terus bertahan dengan ketekunan, cinta, dan sepasang tangan yang tak lelah bekerja.(**)

Related posts