PALU,Brita.id– Tragedi kembali terjadi di kawasan pertambangan tanpa izin (PETI) Poboya, Kecamatan Mantikulore, Kota Palu. Dua penambang dilaporkan tewas tertimbun longsor saat beraktivitas di titik tambang ilegal yang dikenal dengan sebutan “Kijang 30”, Selasa (4/6/2025).
Korban diketahui berasal dari Palolo, Kabupaten Sigi, yang meninggal di lokasi kejadian, dan seorang lainnya dari Gorontalo yang dinyatakan meninggal dalam perjalanan menuju rumah sakit.
Insiden ini menambah panjang daftar korban jiwa di wilayah tambang ilegal yang berada di atas konsesi PT Citra Palu Minerals (CPM). Menurut catatan, kecelakaan serupa kerap terjadi, sebagian besar disebabkan oleh longsor dan minimnya alat keselamatan yang digunakan para penambang.
Koordinator Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Sulteng, Moh Taufik, mengecam keras lambannya penegakan hukum di kawasan tersebut. Ia mendesak Kapolda Sulteng dan Kapolresta Palu dicopot dari jabatannya.
“Ini bukti suramnya penegakan hukum terhadap PETI di Sulawesi Tengah, khususnya di Poboya. Sudah sering terjadi korban jiwa, tapi tidak ada tindakan tegas,” tegas Taufik, Rabu (4/6/2025).
JATAM juga menduga bahwa longsor dipicu oleh aktivitas alat berat milik penambang ilegal. Sebelumnya, para penambang tradisional di lokasi telah mengeluhkan keberadaan alat berat dan dump truck yang dinilai membahayakan keselamatan.
“Mereka sudah khawatir akan potensi longsor akibat alat berat itu. Beberapa hari sebelum kejadian, keluhan ini sudah disampaikan,” ungkap Taufik.
Ia juga menuding kepolisian lalai, meskipun laporan penggunaan alat berat di area tambang ilegal telah berulang kali disampaikan ke Polda Sulteng dan Polresta Palu.
“Tapi tetap tidak ada tindakan. Ini bukti lemahnya penegakan hukum, dan karenanya Kapolda serta Kapolresta harus dicopot,” tambahnya.
Selain mendesak pencopotan pejabat kepolisian, JATAM juga mendorong penindakan hukum tegas terhadap pelaku tambang ilegal yang menggunakan alat berat. Mereka juga meminta pemerintah mengevaluasi PT Citra Palu Minerals (CPM) sebagai pemegang kontrak karya di wilayah tersebut.
“Kami mempertanyakan sikap CPM. Mereka seolah enggan melaporkan pelaku PETI, atau jika sudah, publik tidak pernah tahu siapa yang dilaporkan,” pungkas Taufik.(rf/jir)








