Pemerhati Angkat Bicara Terkait Kasus Raihana Yang Dipisahkan dari Anak Kandungnya

  • Whatsapp
TAMPAK Raihana dan Syawal didampingi kuasa hukum dai Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Sulteng, Senin.(foto:ist/brita.id)

PALU,Brita.id– Sejumlah pemerhati perempuan dan anak angkat bicara terkait kasus yang dialami pasangan suami istri Raihana (20) dan Syawal (20) yang harus kehilangan anak kandungnya, Rafif usia 1 tahun 2 bulan, saat mengikuti mediasi di Mapolsek Palu Barat, Sulawesi Tengah, Ahad Sore (9/2/2020).

 

“Kami sangat menyayangkan tindakan oknum aparat kepolisian yang mengeluarkan kebijakan, sehingga Raihana dan Syawal harus terpisah dari anak biologisnya (anak kandung -red),” ungkap Direktur Lingkar Belajar untuk Perempuan (LIBU PEREMPUAN), Dewi Rana kepada wartawan.

 

Menurutnya, aparat penegak hukum harusnya menangani kasus sesuai aturan yang berlaku sebelum mengeluarkan kebijakan.

 

Dewi menambahkan, dalam menangani kasus tersebut harusnya dilibatkan sejumlah pihak yang berkompeten, termasuk Dinas Sosial.

 

“Memisahkan orang tua dari anak biologisnya bukanlah persoalan gampang, dan jangan digampang-gampangkan,”tegas Dewi.

 

Rencananya pihak LIBU PEREMPUAN akan berkoordinasi dengan sejumlah instansi terkait persoalan itu.

 

Sementara Kepala Perwakilan Ombudsman Sulawesi Tengah, Sofyan Farid Lembah yang juga pemerhati anak, menegaskan persoalan hak asuh itu ada jalur khususnya.

 

“Segera kami berkoordinasi dengan pihak Polres dan segera mengklarifikasi ke Irwasda,” kata Sofyan Farid lewat pesan whatshaapnya.

 

Pihak Ombudsman Sulteng juga akan imengikuti perkembangan kasus Raihana dan Syawal dalam memperjuangkan hak asuh anaknya.

 

“Sebaiknya pihak Reihana dan suaminya melapor segera ke Ombudsman, sehingga duduk perkara kasus ini dapat kami pelajari secara mendalam,” harap Sofyan Farid.

 

Dikabarkan sebelumnya, Moh Syawal dan Reihana, hanya dapat termenung saat anak mereka Andi Rafif dibawa oleh Ros (35) dari Mapolsek Palu Barat, Sulawesi Tengah, Ahad sore (9/2/2020).

 

Kejadian itu bermula saat pasangan suami istri tersebut tengah berada di salah satu rumah di Jalan Kedondong, Kelurahan Donggala Kodi, Palu Barat.

 

Tiba-tiba Ros bersama seorang pria yang mengaku anggota Polisi di Polda Sulteng, datang dan berniat membawa anak mereka.

 

Awalnya mereka menolak menyerahkan anak biologisnya, dan langsung membawa kejadian itu ke Mapolsek Palu Barat.

 

Namun saat tiba di Mapolsek dan menjalani proses mediasi, salah seorang anggota kepolisian memutuskan jika hak anak tersebut jatuh pada Ros.

 

“Saya bingung tiba-tiba salah seorang anggota polisi memutuskan jika Ros lebih berhak atas anak saya,” ungkap Reihana, sambil mengusap air matanya.

 

Dengan kesedihan mendalam, pasangan muda itupun dengan berat hati menyerahkan anak semata wayang mereka kepada Ros dan kawan-kawan.

 

“Coba saya tanya bapak?, kira-kira ada ibu yang rela memberikan anaknya kepada orang lain, saya dan suami saya tidak ridho,” kata Reihana.

 

Tidak puas dengan keputusan itu, Ahad malam, Reihana dan

 

Suaminya, kembali memperjuangkan hak atas anak kandungnya dengan mendatangi Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA), Polres Palu untuk melaporkan kejadian itu.

 

Namun diluar dugaan, anggota PPA Polres Palu menolak menerima laporan korban dan beralasan jika kasus itu harus ditangani berdasarkan tempat dilahirkannya anak tersebut.

 

“Kami tidak dapat tangani kasus ini, silahkan melapor ke kepolisian di Sulawesi Selatan, kecuali pelakunya masih di wilayah Palu, kami bisa, pakai mobil apa pelakunya ke Sulsel, pakai mobil pribadi kah atau bus?” ungkap Pria yang mengaku Kepala Unit PPA Polres Palu, di ruang Reskrim Polres Palu, Ahad malam.

 

Sementara Kapolres Palu, Moch Sholeh yang dihubungi wartawan, juga enggan memberi penjelasan terkait kasus ini.

 

Didampingi kuasa hukum Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Sulteng, Senin (10/2020), Reihana dan Syawal, dan beberapa orang kerabat mendatangi Polda Sulteng untuk mengadukan kasus dugaan perampasan anak ini.

 

“Kami akan terus memperjuangkan kasus ini,” tutur Direktur LBH Sulteng, Julianer SH.

 

Rencananya pihak LBH juga akan melaporkan dugaan tindakan diskriminatif terhadap Raihana dan Syawal selama proses mediasi di kantor kepolisian.

 

Sementara, Raihana masih berharap, aparat penegak hukum dapat mengembalikan anak tersebut ke pelukan mereka.

 

“Rafif anak satu-satunya milik kami, jika Negara ini tidak berpihak pada kami, maka kami tidak tahu lagi harus mengadu ke mana, ini sangat menyakitkan,” tutur Syawal.

 

Sebelumnya, anak tersebut dirawat oleh Ros selama kurang lebih satu tahun, namun Reihana dan Syawal mengaku tidak pernah menyerahkan hak asuh sepenuhnya melalui jalur adopsi.

 

“Saya tidak pernah tandatangani hitam di atas putih, tidak ada proses adopsi atau sejenisnya yang kami setujui atau tanda tangani,” tutur Raihana.(jir)

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Related posts