Sebar Fitnah di Aksi Tolak Tambang, Oknum Babinsa di Donggala Bakal Dilaporkan ke POM TNI

  • Whatsapp

PALU,Brita.id– Seorang Bintara Pembina Desa (Babinsa) dari Koramil-18/Sojol, Kopral Dua (Kopda) IH, diduga menyebarkan informasi tidak berdasar mengenai Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Sulteng.

Akibatnya, LBH Sulteng berencana melaporkannya ke Detasemen Polisi Militer (Denpom) XIII/2 Palu.

Dalam video yang direkam warga saat aksi protes masyarakat Desa Bou terhadap perusahaan tambang PT Rahma Cipta Khatulistiwa (RCK), Kopda Ibrahim menyebut bahwa LBH Sulteng telah dilaporkan ke polisi atas tuduhan pencemaran nama baik.

“Pengacaranya kalian dari LBH sudah dilaporkan pencemaran nama baik karena tidak teliti dalam membacakan suatu permasalahan,” kata Kopda Ibrahim dalam rekaman yang beredar.

Deputi Bidang Advokasi LBH Sulteng, Rusman SH, menegaskan pihaknya akan mengambil langkah hukum untuk menuntut pertanggungjawaban oknum Babinsa tersebut.

“Kami akan melayangkan somasi kepada Dandim 1306 Kota Palu sebagai atasan yang bersangkutan. Jika tidak ada respons, kami akan melaporkannya secara resmi ke Denpom XIII/2 Palu,” ujar Rusman, Minggu (3/2/2025).

Sementara itu, Ahmar SH, selaku Dewan Pembina LBH Sulteng, menantang Kopda Ibrahim untuk menunjukkan bukti laporan yang dimaksud.

“Jika benar LBH Sulteng sudah dilaporkan, tunjukkan suratnya. Jangan gunakan narasi intimidatif untuk melemahkan perjuangan masyarakat,” tegas Ahmar.

Ahmar juga mengingatkan bahwa Presiden RI Prabowo Subianto dalam Rapim TNI/Polri 2025 menegaskan agar aparat memberikan pelayanan terbaik bagi rakyat.

Aksi Protes Warga Ditahan Aparat

Aksi protes warga Desa Bou pada Sabtu (1/2/2025) menolak perpanjangan izin tambang PT RCK mendapat penghadangan dari aparat TNI dan pemerintah desa.

Forum Petani dan Nelayan Bou menuntut penghentian operasi perusahaan yang selama 10 tahun terakhir mengeruk material di Sungai Bou, menyebabkan abrasi sungai hingga merusak ratusan pohon kelapa dan lahan pertanian warga.

“Perusahaan harus ditutup. Kami sudah cukup menerima dampak buruk seperti abrasi dan kehilangan lahan pertanian,” ujar Harun, Ketua Forum Petani dan Nelayan Desa Bou.

Sejumlah pertemuan antara warga, perusahaan, dan pemerintah provinsi telah dilakukan, namun belum ada solusi.

LBH Sulteng menyoroti bahwa PT RCK belum memiliki Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) yang sah, serta terdapat kesalahan fatal dalam dokumen studi kelayakan perusahaan.

“Kesalahan ini tidak bisa dianggap sepele. Jika memang ada kekeliruan dokumen, mengapa bisa lolos dalam tahap pemeriksaan? Hingga kini, kami belum menerima dokumen revisi yang benar dari PT RCK,” tegas Harun.

LBH Sulteng dan warga Desa Bou berencana melanjutkan perjuangan hukum dan aksi protes hingga tuntutan mereka terpenuhi.(her/jir)

Related posts